- Back to Home »
- APAKAH AHMADIYAH ITU DAN DENGAN MAKSUD APA DIDIRIKAN?
Posted by : Administrator
Friday, April 4, 2014
AHMADIYAH
BUKANLAH AGAMA BARU
Di antara
orang-orang yang belum mengenal itu terdapat beberapa orang yang mempunyai anggapan
bahwa “orang-orang Ahmadi tidak mengakui kalimah Lailaaha Illallah Muhammad-ur
Rasulullah” dan dikatakannya, bahwa “Ahmadiyah itu adalah suatu agama baru”.
Orang-orang yang beranggapan demikian ialah mungkin oleh karena dihasut orang
lain, atau oleh karena mereka mempunyai asosiasi pikiran demikian, bahwa
Ahmadiyah adalah suatu agama baru, sedang tiap-tiap agama menghendaki suatu
kalimah; sebab itu mereka berpendapat, bahwa orang Ahmadi pun mempunyai kalimah
yang baru pula. Bahkan, saya katakan atas pendapat mereka itu bahwa, selain
dari pada Islam tidak ada sebuah agama apapun yang mempunyai kalimah Syahadat.
Sebagaimana
halnya dengan Kitabnya, demikian juga berkenan dengan Nabinya, begitu pula keuniversalannya.
Islam mempunyai kelebihan dari agama-agama lain, maka demikianlah halnya berkenaan
dengan Kalimahnya di banding dengan agama-agama lain kentara benar
keistimewaaannya. Tiap-tiap agama mempunyai Kitab-kitabnya masing-masing,
tetapi, kecuali umat Islam, tidak ada umat lain yang mendapat Kalamullah. Perkataan
“kitab” berarti hanya karangan, kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum, akan
tetapi dalam perkataan itu tidak tersimpul pengertian, bahwa tiap-tiap perkataan
yang tercantum di dalam karangan itu adalah dari Allah s.w.t. Akan tetapi Kitab
kepunyaan umat Islam diberi nama Kalamullah, yang berarti bahwa satu persatu
dari perkataannya difirmankan oleh Allah Ta’ala, seperti halnya isi karangan
dari Kitab Nabi Musa a.s. adalah memang difirmankan Allah Ta’ala. Ajaran Nabi
Isa a.s. yang dikemukakan beliau ke dunia adalah memang dari Allah Ta’ala.
Tetapi sekalian Kitab itu tidaklah memakai perkataan yang langsung diucapkan oleh
Allah s.w.t. sendiri. Jika orang yang gemar menelaah Taurat, Injil dan Qur’an
sudi memperhatikan tulisan itu, maka sepuluh menit kemudian sesudah membacanya
ia akan mengambil kepastian, bahwa isi karangan Taurat dan Injil itu memang sungguh
dari Allah Ta’ala, tetapi kata-katanya bukanlah dari Allah Ta’ala. Demikian
juga ia akan memastikan pula, bahwa isi karangan Qur’anul Karim pun adalah dari
Allah Ta’ala dan tiap kata demi katanya adalah dari Allah Ta’ala juga. Atau
katakanlah demikian, bahwa jikalau seseorang yang tidak mempercayai baik Qur’an
Karim, Taurat maupun Injil membaca ketiga-tiga Kitab itu satu persatu
masing-masing dalam waktu beberapa menit, maka pastilah ia akan menyatakan, bahwa
meskipun pengemuka Taurat dan Injil mengatakan, “kedua Kitab itu datang dari
Allah”, tetapi sekali-kali ia tidak akan mengatakan, bahwa tiap-tiap perkataannya
adalah ucapan Allah s.w.t.. Tetapi berkenaan dengan Al Qur’an Karim, ia terpaksa
akan mengakui, bahwa isi pengemukannya tidak saja mendakwakan isi karangan itu
dari Allah Ta’ala bahkan juga ia akan mengakui bahwa tiap-tiap perkataan Qur’an
itu memang difirmankan oleh Allah Ta’ala. Itulah sebabnya maka Qur’an Karim menamakan
dirinya Kalamullah dan tidak pula Qur’an menyebutkannya demikian. Jadi Islam mempunyai
suatu kelebihan dari agama-agama lain dalam hal inilah, bahwa Kitab-kitab agama
lain itu memang Kitabullah tetapi bukan Kalamullah; sedang Kitab dari umat
Islam bukan saja Kitabullah, bahkan Kalamullah.
Demikian
juga sumber dari segala agama berasal dari wujudnya para Nabi, tetapi tidak ada
sebuah agama pun mengemukakan seorang Nabinya yang mendakwakan dirinya datang
untuk menerangkan hikmat tentang seluk-beluk agama dan selaku teladan yang
sempurna bagi sekalian umat manusia. Agama Kristen, yang terdekat zamannya
dengan zaman Islam, mengemukakan Almasih sebagai Anak Allah, dengan kedudukan mana
tidak memungkinkan kepada manusia mengikuti jejaknya, sebab manusia tidak dapat
menyamai Tuhan. Taurat tidak mengemukakan Nabi Musa a.s. sebagai teladan yang
sempurna.
Tidaklah
pula Taurat dan Injil mengemukakan Nabi Musa a.s. sebagai orang yang berwenang
untuk menerangkan hikmat tentang seluk-beluk agama. Akan tetapi mengenai Nabi
Muhammad s.a.w., Qur’an Karim berkata (Al Baqarah: 152):
“Nabi ini
menerangkan kepada kamu hukum-hukum Ilahi bersama hikmah-hikmahnya”.
Jadi,
keunggulan Islam terletak dalam hal inilah, bahwa nabinya merupakan suri
teladan bagi umatnya dan tidak-lah menyuruh tunduk kepada hukum-hukumnya dengan
paksaan, melainkan manakala ia mengeluarkan sebuah hukum, maka hal itu dimaksudkan
untuk memperkuat iman serta menambah semangat para pengikutnya. Ia pun menerangkan,
bahwa di dalam segala hukum-perintahnya tersembunyi faedah-faedah guna keutuhan
agama, kesejahteraan orang-orang yang menjadi pemeluknya dan untuk seluruh umat
manusia. Begitu juga Islam mempunyai kelebihan dari agama-agama lain dalam hal
ajarannya.
Ajaran
Islam merupakan amanat perdamaian dan kemajuan bagi segala lapisan masyarakat,
besar kecil, kaya miskin, lelaki perempuan, orang Timur atau Barat, lemah dan
kuat, pemimpin dan rakyat jelata, majikan dan buruh, suami istri, orang tua dan
anak, penjual dan pembeli, tetangga dan musafir kelana. Ia tidak melakukan
diskriminasi terhadap suatu golongan di dalam masyarakat atau umat manusia. Ia merupakan
penyuluh bagi segala bangsa yang terdahulu dan yang akan datang.
Sebagaimana
pandangan Allah, yang bersifat “Alimulghaib” mengetahui segala hal yang tak
nampak oleh mata manusia jatuh pada zarrah debu di bawah batu sampai pula ke
bintangbintang yang berkilau-kilau di cakrawala, begitulah ajaran Islam memenuhi
segala keperluan orang yang semiskin-miskinnya dan selemah-lemahnya, dan juga melengkapi
kebutuhan orang yang sekaya-kayanya dan sebesar-besarnya. Pendeknya Islam, bukanlah
sebuah agama jiplakan dari agama-agama yang terdahulu, melainkan ia merupakan
salah satu mata-rantai dari agama-agama dan salah satu badan dari tata-surya
kerohanian.
Tidak pula
pada tempatnya kalau membandingkan salah satu hukumnya dengan agama-agama lain.
Dalam hal penamaan agama memang terdapat persamaan, sebagaimana halnya batubara
dan intan secara kimiawi adalah tergolong sejenis, akan tetapi intan tetap
bernama intan dan batubara tetap bernama batubara. Begitulah batu marmer dan
batu kerikil secara kimiawi berjenis sama, tetapi tetap satu sama lain berbeda.
Jadi orang yang berpendapat bahwa karena di dalam agama Islam terdapat Kalimah,
maka mungkin dalam agama lain pun ada juga, tak lain disebabkan karena tidak tahunya
belaka dan sebagai akibat daripada tidak menelaah Qur’an.
Lebih jauh
lagi ada sementara orang yang mengemukakan Kalimah: Lailaaha illallah Ibrahim
Khalilullah, Lailaaha illallah Musa Kalimullah dan Lailaaha illallah Isa
Rahullah dan mengatakan, bahwa kalimah-kalimah tersebut merupakan
kalimah-kalimah dari agama-agama yang terdahulu. Padahal di dalam Taurat, Injil
dan kepustakaan-kepustakaan orang Kristen tak ada terdapat kalimahkalimah tersebut.
Di dalam
kalangan umat Islam pada dewasa ini sudah timbul ribuan macam keburukan, tetapi
apakah mereka telah melupakan Kalimah mereka? Maka bagaimanakah dapat
dikatakan, bahwa orang-orang Kristen dan Yahudi sudah melupakan Kalimah mereka?
Seandainya mereka telah melupakan Kalimah mereka dan Kalimah itu telah hilang
dari Kitab-kitab mereka, maka siapakah yang telah memberitahu bunyi
Kalimah-Kalimah mereka kepada orang Islam?
Pada
hakekatnya, kecuali pada nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. tak ada seorang nabi
pun yang memiliki Kalimah. Di antara keistimewaan-keistimewaan dari nabi
Muhammad Rasulullah s.a.w. terdapat sebuah keistimewaan pula, bahwa di antara
para nabi hanya beliaulah yang menerima Kalimah. Sebabnya ialah di dalam
Kalimah itu telah dipadukan menjadi satu Pernyataan Kerasulan dan Pernyataan
Tauhid, sedangkan Pernyataan Tauhid itu merupakan satu kebenaran yang abadi, ia
tak dapat dihapus, oleh karena masa kenabian dari para nabi yang terdahulu pada
suatu saat harus berakhir, sebab itu Allah Ta’ala tidak mempersatukan nama-Nya
dengan nama dari salah seorang nabi.
Akan
tetapi karena kenabian dari Baginda Nabi Muhammad s.a.w. akan berlanjut terus
hingga hari Kiamat dan masa beliau tidak akan kunjung akhir, oleh sebab itu
Allah Ta’ala mempersatukan Kerasulan dan nama beliau bersama Kalimah Tauhid
untuk menyebutkan kepada dunia, bahwa seperti halnya lailaaha illallah tidak
akan hapus begitu juga Muhammad-ur-Rasulullah.
Yang
mengherankan kita ialah orang-orang Yahudi tidak mengatakan, bahwa Musa a.s.
mempunyai Kalimah, orang-orang Kristen tidak mengatakan, bahwa Isa a.s.
mempunyai Kalimah; tetapi umat Islam yang nabinya mempunyai Kalimah yang
khusus, yang Allah Ta’ala telah mencemerlangkan nabi-Nya dengan Kalimah, yang
dengan perantaraan Kalimah telah diberi supremasi (keunggulan) di atas umat-umat
yang lain, mereka ini dengan dada terbuka begitu bersedia hendak membagikan
kehormatan nabi mereka kepada nabi-nabi yang lain. Dan meskipun umat dari para
nabi ini sendiri tidak mendakwakan sesuatu Kalimah, tetapi mereka (dari umat
Islam) itu tampil ke muka “mewakili” umat-umat itu membuat-buat Kalimah sendiri
dan mengemukakan, bahwa Kalimah agama Yahudi demikian bunyinya dan umat Ibrahim
begini dan agama Kristen begitu.
Kesimpulannya
ialah adanya Kalimah bagi tiap-tiap agama tidak menjadi keharusan. Jika
sekiranya merupakan suatu keharusan, maka, juga Ahmadiyah tiada dapat mempunyai
Kalimah yang baru, sebab Ahmadiyah hanya nama dari Islam. Ahmadiyah beriman
kepada Kalimah itu, seperti dikemukakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. kepada dunia,
yakni: Orang-orang Ahmadi berpendapat bahwa, Pencipta dari alam jagat semesta
ini ialah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang tak ada serikatnya, yang tak ada tandingannya
mengenai kebesaran dan kekuatan-Nya; Dia itu Rabb – Yang menciptakan sesuatu
dan menyempurnakannya dengan secara berangsur – Rahmaan, Rahiim, Maaliki
Yaumiddiin; pada-Nya terdapat segala sifat yang disebutkan oleh Kitab Suci Al
Qur’an; Dia bersih daripada segala hal yang dinyatakan bersih oleh Al Qur’an.
Orang-orang Ahmadi berpendapat, bahwa Muhammad bin Abdullah yang bersuku Quraish
dan bernegeri Mekkah adalah Rasul dari Allah Ta’ala dan kepada beliaulah
diturunkan Syariat yang penghabisan. Beliau dikirimkan bagi bangsa asing, bangsa
Arab, bangsa berkulit putih dan berkulit hitam, seluruh bangsa dan seluruh umat
manusia.
Masa
kenabian beliau akan berlaku, semenjak pendakwaan kenabian beliau hingga
seterusnya selama dunia ini dihuni oleh setiap manusia. Tak ada seorang-orang,
yang sudah cukup diberi pengertian-pengertian tetapi ia tidak mau beriman
kepada beliau, dapat terhindar dari siksaan Tuhan. Tiap-tiap orang, yang sudah mendengar
nama beliau dan kepadanya dikemukakan segala argumentasi-argumentasi atau
dalil-dalil tentang kebenaran beliau, terkena keharusan untuk beriman kepada
beliau dan tanpa keimanan kepada beliau, ia tidak berhak untuk memperoleh keselamatan.
Dan kesucian yang sebenarnya dapat diperoleh hanyalah dengan mengikuti jejak
langkah beliau.
SEBABNYA
MENDIRIKAN JEMAAT BARU
Untuk
menjawab soal itu dapat diberikan dengan dua macam, yakni dengan menggunakan
akal dan dengan cara kerohanian.
Secara
akal untuk menjawab soal ini adalah, bahwa jemaat bukanlah sebutan kepada
jumlah massa. Ribuan dan jutaan individu tak dapat disebut satu Jemaat
melainkan Jemaat itu dikatakan kepada individu-individu yang berkumpul dan
bersatu padu untuk bertekad bekerja dan melaksanakan satu program bersama. Lima
atau enam jumlah orang pun yang semacam itu merupakan satu Jemaat; sebaliknya
walaupun jumlah dari orang–orang itu ribuan jika dalam kumpulan orang-orang
tersebut tidak terdapat unsur itu, maka mereka tak merupakan satu Jemaat.
Tatkala
Rasulullah s.a.w. mengumumkan kenabian beliau di kota Mekkah, maka pada hari
pertama hanyalah empat orang saja yang beriman kepada beliau, termasuk beliau
jumlahnya lima orang. Kendatipun hanya berlima, tapi mereka merupakan satu
Jemaat. Sebaliknya, penduduk Mekkah yang berjumlah delapan sampai sepuluh ribu
orang itu tidaklah merupakan satu Jemaat, sebab mereka tidak bertekad untuk
melakukan satu pekerjaan, begitu juga tidak mempunyai program bersama.
Jadi,
sebelum mengemukakan persoalan itu hendaknya meninjau hal ini, bahwa apakah
pada waktu ini kaum Muslimin merupakan satu Jemaat? Apakah kaum Muslimin
sedunia telah mengambil keputusan untuk bekerja bersama-sama dalam segala
aktivitas?
Apakah
mereka mempunyai sebuah program bersama? Sejauh hal yang menyangkut soal
simpati, saya mengakui, bahwa di dalam hati kaum Muslimin terdapat rasa simpati
antara satu sama lain. Tetapi perasaan itu tidak merata terdapat pada semua
orang Muslim. Sebagian ada mempunyai perasaan itu, sebagian lagi tidak. Lagi
pula tidak ada semacam organisasi, dengan perantaraan organisasi mana
pertentangan-pertentangan dapat didamaikan. Pertentangan faham itu memang
terdapat juga dalam satu Jemaat, bahkan pula di dalam Jemaat para Nabi.
Di zaman
Rasulullah s.a.w. juga adakalanya terjadi tidak adanya persesuaian faham antara
kalangan Anshar dan Muhajirin dan kadang-kadang timbul pertikaian antar suku.
Akan tetapi apabila Rasulullah s.a.w. mengambil suatu keputusan, maka segala
pertentangan dan perselisihan itu segera dapat didamaikan.
Begitu
juga di zaman Khilafat telah timbul perselisihan, tetapi apabila timbul hal itu
dan Khalifah turun tangan dengan mengambil keputusan, maka perselisihan itu
reda kembali. Juga sesudah habisnya masa Khilafat hingga tujuh puluh tahun
lamanya kaum Muslimin berada dibawah satu pemerintahan.
Dimana
juga kaum Muslimin berada pada waktu itu, disana mereka tunduk kepada satu
peraturan. Baik atau buruknya peraturan itu tidak akan kita persoalkan, tetapi
bagaimanapun, peraturan itu telah mengikat kaum Muslimin menjadi satu.
Sesudah
itu timbul perselisihan dan umat Muslimin terpecah menjadi dua blok (golongan).
Spanyol membentuk wilayah tersendiri dan bagian dunia yang lainnya merupakan
wilayah lain. Perpecahan itu memang telah terjadi waktu itu, tetapi perpecahan tersebut
sangat terbatas. Kendatipun demikian, mayoritas dari kaum Muslimin di dunia
pada waktu itu masih bernaung di bawah satu organisasi. Akan tetapi sesudah
tiga abad berlalu susunan organisasi itu sedemikian rupa retaknya, sehingga
perselisihan timbul dan meluas di tengah-tengah kaum Muslimin yang
mengakibatkan menjelmanya perpecahan-perpecahan dan kekacauan (chaos). Tepatnya
apa yang disabdakan Rasulullah s.a.w., bahwa:
“Abad yang
terbaik adalah abadku, kemudian akan hidup orang-orang di abad kedua, kemudian
lagi akan hidup orang-orang di abad ketiga maka setelah itu kebenaran akan
hilang sirna dan akan meluaslah kekejamankekejaman, ekses-ekses dan ketidak
seragaman”.
Apa yang
disabdakan oleh Rasulullah telah menjadi kenyataan. Pertentangan itu telah meningkat
sampai sedemikian rupa, sehingga selama tiga abad berlalu, kekuatan kaum
Muslimin sudah sama sekali punah.
Betapakah
kekuasaan di zaman itu yang mengakibatkan seluruh Eropa merasa takut kepada
raja-raja Islam. Akan tetapi sekarang, jikapun seluruh dunia Islam bergabung,
akan tak sanggup menghadapi satu kekuatan negeri Eropa atau Amerika. Orangorang
Yahudi telah mendirikan negara kecil di Palestina, bala tentara Syiria, Irak,
Lebanon, Saudi Arabia, Mesir dan Palestina sedang mengadakan konfrontasi dengan
negara itu. Akan tetapi orang-orang Yahudi telah menguasai daerah, yang jauh
lebih luas daripada daerah yang diberikan oleh PBB. Memang benar pemerintah
Amerika dan Inggris membantu pemerintah Yahudi, tetapi soalnya, dahulu satu
kerajaan Islam dapat menguasai seluruh Eropa dan sekarang keadaannya terbalik;
beberapa negara Barat lebih besar kekuatannya daripada kekuatan negaranegara
Islam.
Pendeknya,
konsepsi atau pengertian tentang istilah Jemaat, tak dapat diterapkan kepada
umat Muslimin zaman sekarang. Kini ada negara-negara Islam, diantaranya yang
paling besar adalah Pakistan, yang dengan karunia Allah sekarang sudah berdiri.
Akan tetapi Islam bukanlah Pakistan, Mesir, Syiria, Iran, Afghanistan atau
Saudi Arabia.
Islam
adalah semboyan dari kesatuan, suatu kesatuan yang mengikat seluruh umat Islam.
Suatu kesatuan atau organisasi semacam itu di dunia ini sekarang tidak ada.
Pakistan mempunyai rasa simpati terhadap Afghanistan dan Afghanistan mempunyai
rasa simpati terhadap Pakistan, akan tetapi Pakistan tidak akan bersedia
menerima segala rupa pandangan politik Afghanistan, demikian juga Afghanistan
tidak akan bersedia menerima sebaliknya. Masing-masing mempunyai garis-garis
politik yang berlainan, dan keduanya bebas mengurus soal dalam negerinya masing-masing.
Begitu pula keadaan orang-orang Islam secara individual. Penduduk negeri
Afghanistan bebas di tempatnya, penduduk negeri Pakistan bebas di tempatnya,
penduduk negeri Mesir bebas di tempatnya. Tak ada sesuatu hal yang mengikat
kaum Muslim secara individu ke dalam satu ikatan bersama.
Pendeknya,
kita sekarang mempunyai kaum Muslimin dan kerajaan-kerajaan Islam, yang dengan
karunia Allah s.w.t. sedang menjadi kuat. Akan tetapi meskipun demikian tak
dapat dikatakan, bahwa kaum Muslimin itu satu Jemaat. Marilah kita umpamakan,
bahwa angkatan laut Pakistan sedemikian rupa menjadi kuatnya sehingga ia
berkuasa di samudera Hindia. Angkatan daratnya begitu rupa kuatnya sehingga
India merasa cemas. Keadaan perekonomiannya begitu suburnya, sehingga menguasai
pasaran dunia. Bahkan, baiklah kita umpamakan, bahwa kekuatannya sudah demikian
besarnya hingga melebihi Amerika, maka akan bersediakah Iran, Syiria,
Palestina, dan Mesir untuk meleburkan diri ke dalam Pakistan? Teranglah tidak.
Mungkin mereka akan bersedia untuk mengakui kejayaan Pakistan. Mereka bersedia
menyatakan simpati. Akan tetapi, saya kira, mereka tidak akan bersedia untuk
menghapuskan wujudnya.
Jadi,
walaupun dengan karunia Allah kedudukan kaum Muslimin dalam dunia politik
sedang menuju perbaikan dan beberapa negara Islam yang baru sudah berdiri,
tetapi kendatipun demikian, kaum Muslimin sedunia tak dapat disebut satu Jemaat
Islam.
Sebab
mereka berpegang kepada politik yang berbeda-beda dan mereka terbagi-bagi
dengan pemerintahan-pemerintahannya masing-masing. Tidak ada satu kekuasaan
yang menampung suara dari seluruh pemerintahan-pemerintahan ini.
Akan
tetapi sesungguhnya Islam mempunyai klaim internasional. Islam bukanlah kaum
Muslimin tanah Arab, Syiria, Iran, atau Afghanistan. Bilamana seluruh kaum
Muslimin di tiap-tiap negeri bersatu di bawah naungan Islam, pada waktu itu
barulah mereka dapat dinamakan Jemaat Islami, yaitu yang mengikat erat
kelompok-kelompok itu semuanya. Selama di dunia ini belum berdiri Jemaat
semacam yang diatas, maka kami terpaksa harus mengatakan, bahwa dewasa ini
tidak ada Jemaat kaum Muslimi meskipun ada wujudnya pemerintahan dan
kebijaksanaankebijaksanaan politik.
Demikian
juga berkenaan dengan program bersama. Kalau suatu organisasi yang dapat
mengikat kaum Muslimin sedunia ini tidak ada, maka selama itu kaum Muslimin pun
tak akan mempunyai pegangan politik, sosial dan tradisi agama bersama. Dengan
kemampuan sendiri-sendiri kaum Muslimin di sana sini, masingmasing menghadapi
musuh-musuh Islam, adalah berlainan sekali dengan secara kompak bersatu di
bawah satu komando
organisasi
internasional siap siaga mengimbangi kekuatan-kekuatan musuh dalam rangka usaha
mengadakan konfrontasi. Jadi ditinjau dari segi program pun kaum Muslimin
tidaklah merupakan satu Jemaat.
Di
tengah-tengah situasi demikian, apabila suatu Jemaat terbentuk dengan memenuhi
kedua maksud seperti di atas, maka Jemaat itu tak dapat dibangsakan sebagai
golongan separatis.
Kepada
saudara-saudara yang mempunyai perasaan syakwasangka di dalam hatinya, bahwa
mengapakah Jemaat Ahmadiyah membentuk Jemaat baru, padahal sembahyangnya sama,
berkiblat sama, Qur’annya sama, Rasulnya sama, saya berkata: Sudah tiba saatnya
kini Islam membentuk satu Jemaat!
Hingga
kapankah kesempatan itu ditunggu? Pemerintah Mesir mengurus soal
kepentingannya, pemerintahan Iran, Afghanistan, dan negara-negara Islam lainnya
pun demikian juga mengurus soal kepentingannya masing-masing; dalam pada itu
masih ada kekosongan dan kekurangan. Untuk mengisi kekosongan dan kekurangan
inilah Jemaat Ahmadiyah berdiri.
Ketika
bangsa Turki menghapuskan Khilafat Turki, maka beberapa alim ulama Mesir
(menurut sumber-sumber yang mengetahui, ialah atas isyarat dari Raja Mesir)
mulai mengadakan kampanye untuk mendirikan Khilafat. Tujuan dari gerakan itu
ialah agar Raja Mesir dapat dianggap sebagai “Khalifatul Muslimin”. Dengan
demikian Mesir memperoleh kedudukan di atas, di tengah-tengah kerajaan-kerajaan
Islam yang lain. Hal ini segera mendapat tantangan dari Saudi Arabia dan ia
melancarkan propaganda, bahwa gerakan tersebut di atas didalangi oleh Inggris.
Dikatakannya pula, bahwa kalau ada orang yang berhak menjadi Khalifah, maka
orangnya ialah tentu Raja dari Saudi Arabia.
Sepanjang
hal yang menyangkut kepentingan Khilafat tidak dapat disangsikan lagi ia
merupakan satu lembaga yang mengikat sekalian kaum Muslimin. Akan tetapi
apabila perkataan Khilafat ini mulai dihubungkan kepada seorang Raja tertentu,
maka raja-raja yang lainnya segera menyatakan oposisi dan merasa, bahwa bibit
perpecahan telah dimasukkan ke dalam pemerintahannya.
Dengan
demikian, gerakan yang berguna itu menjadi sia-sia. Akan tetapi, apabila
gerakan ini timbul di tengah-tengah masyarakat dan semangat keagamaan
mendorongnya dari belakang, maka pertentangan-pertentangan politik tidak akan
menghambat jalannya. Hanyalah mungkin akan menimbulkan pertentangan antara
mazhab. Oleh sebab pertentangan politik, maka gerakan semacam itu akan terbatas
daerahnya di negeri itu, dimana pemerintahannya memberi dukungan. Akan tetapi
bila gerakan Khilafat ini bersifat ke-mazhab-an, gerakan ini tidak akan
terbatas di dalam suatu negeri. Gerakan itu akan menjalar dan akan memasuki
negeri-negeri dimana pemerintahannya bukan pemerintahan Islam, dengan
suksesnya. Disebabkan tidak menimbulkan kekacauan-kekacauan politik, dalam masa
permulaannya pemerintahan-pemerintahan tidak akan menentangnya. Sejarah
perkembangan Ahmadiyah telah memberikan bukti mengenai hal ini.
Tujuan
dari Ahmadiyah ialah semata-mata hendak menimbulkan persatuan di kalangan umat
Islam. Ahmadiyah tidak menginginkan kerajaan ataupun ada ambisi mempunyai
pemerintahan. Orang-orang Inggris juga kadang-kadang menimpakan
kesukarankesukaran pada Ahmadiyah di negerinya, akan tetapi oleh karena Jemaat
Ahmadiyah itu hanya bersifat gerakan keagamaan semata, maka mereka tidak merasa
perlu untuk mengobarkan konflik secara terbuka. Di Afghanistan, raja-raja –
karena ketakutan dari kyai-kyai yang fanatik – kadang-kadang memberikan
bermacam-macam kesulitan kepada orang-orang Ahmadi, akan tetapi dalam pertemuan-pertemuan
pribadi, mereka memperhatikan keuzurannya dan juga menyatakan penyesalannya.
Demikian juga di lain-lain negeri Islam, orang-orang dari kalangan rakyat
jelata menentang, para ulama menentang, dan pemerintahsaking takutnya kepada
para ulama itu kadang-kadang menjalankan kekangan. Namun tidak ada satu
pemerintahan pun di dunia ini yang berpendapat, bahwa Ahmadiyah bermaksud
hendak melancarkan coup atau merebut kekuasaan.
Ahmadiyah
tidak mempunyai tujuan-tujuan politik. Ahmadiyah dilahirkan dengan tujuan hendak
memperbaiki kehidupan agama daripada orang-orang Islam serta mengkonsolidir
mereka sehingga mereka bersatu-padu untuk dapat mengkonfrontir musuh-musuh
Islam dengan senjata-senjata akhlak dan kerohanian. Berpedoman kepada cita-cita
inilah mubalighmubaligh Ahmadiyah pergi ke Amerika. Orang-orang Amerika memperlakukan
mereka seperti halnya perlakuan orang-orang Amerika itu terhadap bangsa Asia.
Akan tetapi sepanjang hal yang menyangkut urusan keagamaan mereka tidak
menentang.
Perlakuan
Belanda di Indonesia dahulu, juga seperti itu. Ketika mereka menyadari, bahwa
Ahmadiyah tidak bersangkut paut dengan urusan politik walaupun tidak secara
terang-terangan mengadakan pengawasan yang keras mereka pikir tidak perlu untuk
menentangnya secara terbuka. Sikap mereka ini benar.
Kami
melancarkan tabligh yang bertentangan dengan agama mereka. Oleh karena itu kami
tidak mengharapkan simpati dari mereka. Akan tetapi oleh karena kami, dalam
urusan politik, tidak secara langsung bertabrakan dengan mereka, maka tidak alasan
bagi mereka untuk menentang kami secara langsung. Buahnya ialah, sekarang
Jemaat Ahmadiyah berdiri hampir di tiap-tiap negeri. Jemaat Ahmadiyah terdapat
di Swiss, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, INDONESIA, Malaysia, Afrika Timur,
Selatan, Abessinia, Argentina. Pendek kata, di tiap-tiap negeri terdapat Ahmadiyah
dalam jumlah yang besar atau kecil, yang terdiri dari penduduk aslinya.
Tidaklah benar, bahwa yang masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah itu orang-orang
Hindustan yang menetap disana. Dan mereka sedemikian tulusnya, sehingga mereka
bersedia mengorbankan hidupnya demi kepentingan Islam. Seorang letnan yang
berkebangsaan Inggris telah me-wakaf-kan (mendedikasikan) dirinya dan kini
sedang mengembangkan kariernya yang baru selaku mubaligh di negeri Inggris. Ia
sudah mengerjakan sembahyang lima waktu, menjauhi minuman keras. Dengan jalan
berusaha dan mencari nafkah sendiri ia menerbitkan brosur-brosur dan sebagainya
serta mengadakan pertemuan-pertemuan. Untuk menunjang penghidupannya kami
berikan nafkah kepadanya berupa uang dalam jumlah yang amat kecil. Seorang
tukang sapu jalan di Inggris pun berpenghasilan lebih baik dari jumlah itu.
Demikian
juga halnya seorang bangsa Jerman telah mewakafkan dirinya. Ia pun seorang
bekas perwira militer. Dengan bersusah payah ia berhasil meloloskan diri dari
negerinya. Baru-baru ini saya mendapat keterangan, bahwa ia sedang mengusahakan
visa guna kedatangannya ke Pakistan. Di dalam hati pemuda ini berkobar-kobar semangat
untuk mengkhidmati Islam. Karena itulah ia bermaksud datang ke Pakistan untuk
mempelajari Islam sedalam-dalamnya agar kemudian ia bisa bertabligh di negeri
lain.
Ada lagi
seorang bangsa Jerman seorang pengarang dan istrinya yang terpelajar,
menyatakan keinginan mereka untuk mewakafkan diri dan dalam waktu yang dekat
ini, mungkin akan mengambil kepastian untuk datang ke Pakistan guna mempelajari
agama Islam.
Demikian
juga seorang pemuda Belanda telah menyampaikan keinginannya untuk me-wakaf-kan
diri bagi Islam dan kita harapkan agar ia selekas mungkin diaktifkan untuk
menyebarkan Islam ke salah satu negeri.
Benar
bahwa Jemaat Ahmadiyah ini sedikit jumlah orangnya, akan tetapi hendaknya
diperhatikan, bahwa dengan perantaraannya kini sedang dibangun satu Jemaat
Islami, anggota-anggota yang sedikit atau banyak terdapat di tiap-tiap negeri
itu diikut-sertakan untuk sama-sama meletakkan dasar persatuan yang universal.
Di dalam Jemaat ini tergabung sedikit atau banyak orang penganut dari berbagai
aliran politik. Gerakan semacam ini selamanya mulai dari kecil tetapi akan tiba
saatnya bila ia memperoleh kekuatan dengan cepat. Dalam waktu yang tidak lama
ia akan berhasil dalam usaha menanam bibit persatuan dan persemakmuran. Hal ini
nyata, bahwa untuk kekuatan politik diperlukan partai politik dan untuk
kekuatan agama dan akhlak diperlukan Jemaat yang bercorak keagamaan dan akhlak.
Atas dasar inilah Jemaat Ahmadiyah mengisolir dirinya dari urusan politik,
karena apabila ia mencampuri urusan ini, maka ia akan menjadi lalai dalam urusannya
sendiri.
PROGRAM
JEMAAT AHMADIYAH
Masalah
kedua yang berhubungan dengan program atau rencana kerja. Mengenai hal ini pun
Jemaat Ahmadiyah mempunyai program bersama, sedangkan tidak ada satu Jemaat
lain mempunyai serupa ini.
Jemaaat
Ahmadiyah di tiap-tiap negeri melancarkan perlawanan yang sengit dengan segala
kewaspadaannya terhadap serangan-serangan dari kaum Kristen. Dewasa ini bagian
dunia yang terlemah dan dalam berbagai hal terkuat adalah benua Afrika, kaum
Kristen pada saat ini telah mengerahkan segenap kekuatannya untuk menanam
pengaruhnya di Afrika. Dengan terang-terangan mereka sekarang menyatakan maksud
dan tujuannya. Mulanya hanya terbatas di kalangan padri saja yang menaruh
perhatian ke sana, kemudian timbul minat pada Partai Konservatif (Conservative
Party) kerajaan Inggris dan sekarang Partai Buruh (Labour Party)-nya
telah mengumumkan, bahwa keselamatan Eropa sekarang tergantung pada kemajuan
dan kedaulatan Afrika. Akan tetapi Eropa berpendapat, bahwa kemajuan dan
kedaulatan ini baru akan berfaedah kepada Eropa apabila seluruh penduduk Afrika
memeluk agama Kristen. Rahasia ini sudah tercium oleh Ahmadiyah semenjak dua
puluh empat tahun yang lalu dan segera pada saat itu juga mengirimkan mubalighnya
ke sana. Dengan tindakan yang cepat ini, ribuan orang-orang yang tadinya memeluk
agama Kristen telah keluar dari agama itu, kemudian memeluk agama Islam.
Dewasa ini
hanya Jemaat Ahmadiyah satu-satunya Jemaat Islam yang paling terorganisasi.
Orang-orang Nasrani muali menghindari diri untuk berhadapan dengan Ahmadiyah.
Di dalam karangankarangan mereka berturut-turut dinyatakan oleh mereka hal ini,
bahwa Jemaat Ahmadiyah telah menggagalkan usaha-usaha dan daya upaya
padri-padri. Kegiatan tabligh ini di Afrika Barat juga telah berlangsung
bertahun-tahun. Walaupun di wilayah itu kegiatan-kegiatan baru menginjak taraf
permulaan dan oleh sebab itu hasilnya tidak begitu gemilang seperti halnya di
Afrika Timur, akan tetapi meskipun demikian sudah mulai beberapa orang Kristen
masuk Islam. Mudah-mudahan di dalam beberapa tahun lagi di sini juga para mubaligh
kami dapat menunjukkan hasil usaha yang amat gemilang.
Di
Indonesia dan Malaysia pun sudah sejak lama berdiri misi Ahmadiyah yang giat
berusaha mengurungkan niat orang-orang yang hendak melarikan diri dari Islam,
lalu mengumpulkan dan mempersatukan mereka untuk menghadapi lawan.
Di antara
negara-negara Kristen, Amerika Serikat terhitung yang terkuat. Disana pun sejak
dua puluh empat tahun yang lalu mubaligh Ahmadiyah beroperasi dan ribuan
penduduk Amerika telah menjadi Ahmadi. Mereka tiap-tiap tahun membelanjakan
ribuan dollar untuk keperluan tabligh Islam. Jika dibandingkan dengan
kekayaan yang melimpah ruah di Amerika, maka jumlah ini tidak seberapa artinya.
Begitu pula jika dibandingkan dengan kegiatan padri-padri di sana, maka daya
upaya mereka kerdil sekali. Tetapi pokoknya perlawanan sudah kami mulai dan berangsur-angsur
kemenangan ada di pihak kami. Buktinya, kami dapat memboyong orang-orang dari
umat Nasrani itu dan masuk ke dalam lingkungan kami yang tertarik oleh mereka.
Jadi hendaknya
jangan mengatakan, bahwa mengapa Ahmadiyah telah mendirikan Jemaat baru, tapi
katakanlah, bahwa Ahmadiyah telah mendirikan Jemaat, yang sebelumnya tidak ada.
Apakah hal ini patut dicela ataukah patut dihargai?
Sumber : ‘Apakah Ahmadiyah itu?”
Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra