- Back to Home »
- Demokrasi Pemerintah dan Rakyatnya dalam Islam
Posted by : Administrator
Thursday, April 3, 2014
RajaPena: Demokrasi Pemerintah dan Rakyatnya dalam Islam http://goo.gl/EI5PO9 oleh @Donisutriana
Islam menekankan nilai-nilai moral dalam setiap sendi
kehidupan manusia tak terkecuali dalam bidang politik pemerintahan
negara, yang menjadi pertanyaan adalah sistem politik atau pemerintahan
seperti apakah yang baik bagi manusia? Bagaimanakah tuntunan Al Quran
dalam masalah ini. Apakah sistem Demokrasi yang banyak dianut
negara-negara di dunia sesuai dengan ajaran islam? Bila dalam prakteknya
sistem yang ada mengalami kegagalan apakah sistemnya yang harus
disalahkan atau mereka yang menjalankan sistemnya yang harus diperbaiki?
Banyak pertanyaan mengemuka dan manakah sistem yang ideal dari sistem
yang ada.
Sebelum menelaah lebih jauh harus dicatat bahwa Islam
tidak menolak atau mencerca sistem politik atau pemerintahan yang ada,
meskipun Al Quran mengemukakan sistem demokratis dimana pemimpin dipilih
oleh rakyat namun sistem tersebut bukan satu-satunya yang di
rekomendasikan oleh Al Quran. Dalam sistem politik suatu negeri, Islam
menyerahkan kepada umat untuk memilih sistem politik seperti apa yang
sesuai dengan tradisi dan budaya selaras dengan perjalanan sejarah di
negeri tersebut, karena sangat sulit untuk menetapkan sistem tunggal
dalam membentuk pemerintahan. Adanya perbedaan budaya dan keragaman
sosiologis umat di seluruh dunia yang harus diperhatikan dalam hal ini.
Lalu dalam sistem politik dan pemerintahan, dimanakah
peran Islam dan apakah peran yang dimainkannya? Untuk menjawab hal ini
kita harus melihat bahwa ajaran agama samawi selalu mengajarkan ajaran
moral sebagai tuntunan bagi tiap-tiap umatnya, begitupun Islam mengambil
peran. Islam menekankan tuntunan kepada mereka yang menjalankan
pemerintahan, yang memegang amanat, pemimpin dalam tatanan kehidupan
bernegara bagaimana cara menjalankannya. Islam menuntun individu untuk
menjalankan amanat dengan keadilan universal tanpa melihat seperti apa
bentuk pemerintahannya apakah demokrasi, monarki, feodal atau lainnya
Dalam hal demokrasi kita dapat menelaah seperti
apakah corak demokrasi yang dianut oleh negara di dunia terutama yang
diajarkan oleh peradaban barat, sehingga nantinya kita dapat mempelajari
dimanakah perbedaannya dengan makna demokrasi yang diajarkan Al Quran.
Kata demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani
(Demokratia) yang artinya kekuasaan rakyat, demokrasi adalah bentuk
pemerintahan dimana semua warga negara memiliki hak dalam pengambilan
keputusan atau jalannya suatu pemerintahan negara. Meskipun tidak dapat
dipungkiri sistem demokrasi lahir di negeri Yunani namun istilah itu di
populerkan oleh Abraham Lincoln dimana dalam pidatonya ia menyatakan
semboyan ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’.
Sebuah semboyan yang memberi harapan besar bagi
setiap individu yang menganutnya meskipun dalam prakteknya tidak ada
satupun negara yang benar-benar ideal dapat mewujudkannya sebagai
pemerintahan ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’.
Semboyan ‘untuk rakyat’ maknanya menjadi bias,
seringkali kata itu yang di maksud adalah untuk rakyat mayoritas dan
tidak berlaku bagi rakyat minoritas, suatu situasi yang mencederai
cita-cita luhur dari demokrasi itu sendiri.
Suatu keputusan yang diambil atas suara mayoritas
untuk rakyat pun kita lihat tidak benar-benar sebagai suara mayoritas
absolut. Suatu keadaan yang sering terjadi adalah partai yang berkuasa
pada nyatanya merupakan kelompok yang menggandeng kelompok lain saat
pemilihan umum, sehingga dengan demikian jumlah suara koalisi cukup
untuk menjadikan mereka memegang kendali kekuasaan meski harus
menghadapi kenyataan banyak pertentangan dengan rekanan yang
digandengnya dan sering terjadi pemaksaan-pemaksaan kepentingan. Sering
pula terjadi partai yang berkuasa proporsi dukungannya jauh lebih
sedikit dibanding dengan yang tidak mendukung. Adanya pemilih yang tidak
menggunakan hak memilihnya ataupun sistem multi partai dapat menjadikan
suara partai penguasa jauh lebih kecil dibanding partai yang tidak
mendukungnya. Dengan kata lain meskipun partai penguasa berkoalisi
dengan partai lainnya itu tidak otomatis menjadikan suara mereka sebagai
suara mayoritas dalam mengambil keputusan. Faktor loyalitas partai yang
ikut berkoalisi kadang pula harus mengorbankan hati nurani dengan
keputusan yang diambil oleh partai penguasa yang menjadi mitranya,
sehingga apa yang terjadi adalah suara minoritas yang dibingkai dalam
koalisi mayoritaslah yang menjadi penentu dalam hal ini.
Dalam konteks demokrai ‘oleh rakyat’ sendiri maknanya
telah tercemar dari semangat demokrasi itu sendiri. Apa yang dikatakan
pemilihan ‘oleh rakyat’ dikotori oleh praktek korup seperti politik jual
beli suara, teror dan tekanan politis, kecurangan dalam penghitungan
suara, propaganda dusta yang mengaburkan keadaan serta praktek-praktek
curang lainnya yang sering ditemui dalam kehidupan negara yang menganut
demokrasi.
Praktek-praktek korup ini yang meskipun lahir dari
proses demokrasi dapat menciptakan suatu kegamangan dalam masyarakat,
sebagai konsekuensi dari tuntutan mayoritas seringkai prinsip keadilan
tercabik-cabik. Sering pula terjadi kepentingan kelompok, suku, ras dan
bangsa lebih diutamakan dibanding kepentingan bersama.
Faktor lainnya adalah adanya sistem kapitalisme yang
pada akhirnya menentukan pihak yang mengambil keputusan adalah mereka
yang memiliki kepentingan ekonomi lebih menguntungkan, sehingga makna
pemerintahan ‘oleh rakyat’ digantikan oleh pemerintahan segelintir orang
yang memiliki kekuatan ekononmi.
Al Quran merekomendasikan dan menyukai sistem
demokrasi tanpa memaksakan, umat manusia diberi kebebasan memilih sistem
pemerintahan yang cocok dan sesuai dengan keadaan mereka sepanjang
diterima rakyatnya. Islam dalam hal demokrasi hanya mengatur
prinsip-prinsip yang penting saja selebihnya diserahkan kepada umat.
Ada 2 prinsip utama yang diajarkan Islam:
-
Pemilihan umum harus dilaksanakan secara demokratis, setiap pemilih maupun yang dipilih harus berpegang pada nilai luhur kejujuran dan memegang amanah. Setiap pemilih yang memiliki hak suara harus menunaikan haknya, kecuali jika ada hal kondisional diluar kemampuannya. Dalam menunaikan haknya setiap pemilih harus bisa mempertanggung-jawabkan pilihannya, karena pilihannya menentukan kehidupan di masa depan. Seorang pemilih harus memegang teguh prinsip amanah bahwa apa yang ia lakukan dalam pemilihan Tuhan menyaksikannya dan tak ada hal sekecil apapun yang dapat disembunyikan dihadapan Tuhan.
-
Pemerintah harus memegang prinsip keadilan mutlak, apapun keputusannya dalam masalah politik, agama, sosial maupun ekonomi prinsip keadilan tidak bisa di kompromikan. Tidak ada satupun kelompok atau partai politik yang diperkenankan mencederai prinsip keadilan.
Sebagai prinsip demokrasi ‘dari rakyat’ setiap
permasalah keputusannya harus diambil berdasarkan hasil musyawarah.
Sedangkan prinsip ‘oleh rakyat’ Al Quran mengajarkan:
Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya. (An Nisa:59).
Al Quran tidak menekankan bagaimana seorang pemilih
melaksanakan haknya namun dalam menunaikan amanat pilihan harus
dilandasi kejujuran, integeritas dan tidak mementingkan diri sendiri.
Pilihan harus dijatuhkan kepada yang berhak yang benar-benar dapat
menjalankan amanat. Seorang pemilih harus terlepas dari persyaratan yang
mencampuri hak pilihnya dan sebagai pemilih ia merupakan pemegang
amanat harus senantiasa berpegang pada keadilan dalam memilih. Islam
tidak memberi ruang bagi abstain atau dalam istilah di Indonesia disebut
golput, hal itu artinya ia tidak menunaikan amanat selama tidak ada
kendala yang menghalanginya untuk menggunakan hak pilihnya. Dalam hal
ini islam tidak sependapat dengan demokrasi barat yang masih
memperkenankan kepada mereka yang abstain.
Bagi pemimpin yang menjalankan pemerintahan Al Quran
mengajarkan prinsip dasar yang harus selalu dipegang agar terciptanya
perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya, prinsip keadilan harus melandasi
dalam kehidupan poltis diatas kepentingan pribadi, suku, ras maupun
golongan keadilan harus diutamakan. Al Quran menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, dan janganlah suatu
permusuhan suatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah
adil, itu lebih dekat kepada taqwa. (Al Maidah:5)
Sementara itu dalam mencapai tujuan potensi kekuatan
yang dimiliki hendaknya digunakan pada jalan kebenaran, jangan karena
memiliki potensi kekuatan di tujukan untuk mencapai kepentingan pribadi
tanpa mengindahkan prinsip kebenaran. Kebenaran adalah kekuatan dan
tidak selamanya ia yang terkuat yang berada di pihak yang benar. Firman
Allah:
Tanda ini diperlihatkan supaya binasalah ia yang
telah binasa dengan keterangan yang jelas dan supaya hiduplah dia yang
telah hidup dengan keterangan yang jelas. (Al Anfal:43)
Terakhir dan yang paling utama adalah hendaknya
menghindari dusta, setiap bicara hendaknya mengungkapkan apa yang benar
berdasar keadilan sekalipun dalam medan perang kata-kata dan jangan
pernah terlintas bahwa karena kejujuran dapat mengganggu kepentingan
kerabat yang terdekat sekalipun.
Jauhilah kenajisan berhala dan jauhilah juga ucapan-ucapan dusta.(Al Hajj:31)
Apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil walaupun yang bersangkutan seorang kerabat. (Al Anaam:153)
Khazanah pengetatahuan yang ditinggalkan oleh
Rasulullah menyangkut penguasa atau pejabat pengendali roda pemerintahan
ternukil dalam beberapa riwayat hadist;
“Tiada seorang penguasa yang mengemban amanat
Allah berupa rakyat cilik, lalu mati di tengah-tengah rakyat yang
dicekoki/ditipu olehnya, kecuali Allah mengharamkan sorga baginya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Abu Ya’la, Rasul SAW bersabda: “Tiada
seorang amir/penguasa yang mengatur urusan umat Islam, lalu tidak
bersungguh-sungguh menasehati/mengaturnya dan tidak memperhatikan hajat
keperluan mereka, kecuali tiada naik sorga bersama mereka.” (HR. Muslim)
“Bahwasanya pejabat yang paling jahat, yaitu
mereka yang bertindak kejam terhadap rakyat kecil, oleh sebab itu
hati-hatilah anda, supaya tidak termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud-Turmudzi)
Menyangkut penguasa yang adil Rasulullah menyatakan
bahwa mereka akan mendapatkan ganjaran atas keadilannya, dalam beberapa
hadist hal itu dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Amr bin Ash, Rasul bersabda: “Bahwasanya
orang-orang yang berlaku adil, di sisi Allah akan diberi mimbar
bercahaya, yaitu mereka yang memutuskan hukum secara adil baik terhadap
keluarga atau rakyat lainnya.” (HR. Muslim)
Dari ‘Iyadl bin Himar, Rasul SAW bersabda: “Ada
tiga macam penghuni sorga, yaitu para pejabat yang berlaku adil dan
bijak, yang memperoleh taufik petunjuk Allah, lalu seorang yang punya
rasa belas kasihan, lunak hati terhadap sanak famili dan kepada setiap
muslim. Dan keluarga fakir miskin yang berakhlak mulia, pandai
memelihara budi pekerti dan harga diri mereka.” (HR. Muslim)
Sementara tuntunan yang diajarkan kepada rakyat Al
Quran mengajarkan agar mentaati undang-undang yang dibuat oleh penguasa
selama tidak bertolak belakang dengan ajaran Islam:
“Hai orang-orang mukmin taatilah Allah dan Rasul-Nya dan para penguasa/pemerintahmu. (An-Nisa:59)
Sabda Rasulullah menyangkut sikap rakyat kepada pemerintah:
Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: “Seseorang
muslim wajib tunduk taat terhadap pemerintahnya, baik dalam hal yang
disenangi atau dibenci, kecuali jika menyuruh berbuat maksiat. Maka jika
pemerintah menyuruh demikian tidak perlu digubris/tidak usah
mendengarkan ataupun mentaatinya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Anas Rasul SAW bersabda; “Tunduk taalah kalian, sekalipun yang terangkat jadi pimpinanmu seorang Hubasyiyah yang berkepala seperti kismis.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Tunduk taatlah kalian kepada pemerintah, baik dirasa berat ataupun ringan, bahkan dalam protes dan berebut pengaruh denganmu.” (HR. Bukhari)
Dari Ibnu Abas, Rasul bersabda: “Barang siapa
benci kepada penguasanya, hendaklah bersabar karena orang yang
bersekongkol/ keluar dari pemerintahnya sekalipun hanya sejengkal,
kemudian ia mati, secara jahiliyah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dari Abu Bakrah, Rasul SAW bersabda; “Barang siapa mengejek pejabat pemerintah, maka Allah akan membalasnya.” (HR. Turmudzi)
Itulah prinsip dasar yang diajarkan oleh Al Quran dan
ajaran Rasulullah SAW dalam menjalankan roda pemerintahan, sikap adil
dan sikap rakyat terhadap penguasa terelepas dari sistem apa yang dianut
maka nilai-nilai tersebut dapat selaras untuk diterapkan.
Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip yang universal bagi kehidupan
manusia bilamana di praktekan akan membawa perdamaian dalam kehidupan
sosial. Prinsip Al Quran dan ajaran Rasulullah ini sayangnya telah
banyak ditinggalkan oleh kaum muslim dalam kehidupan bernegara bahkan
dalam penerapan ideologi negara muslim yang menganut sistem teokrasi.
Kekacauan dalam kehidupan beberapa negara muslim tak lepas dari telah
dilanggarnya prinsip dasar ini yang telah diajarkan dan dicontohkan
secara sempurna oleh Rasulullah dan sahabat.
Semoga kita diberi kekuatan untuk menjalankan amanat
dan mengamalkan ajaran luhur ini sehingga dengan demikian kita telah
turut serta dalam menciptakan kehidupan bernegara yang sesuai tuntunan
Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW.